Pascasarjana Newsroom– Sejumlah dua puluh mahasiswa Pascasarjana IAIN Tulungagung Program Beasiswa Peningkatan Kualifikasi Akademik S2 PAI bagi Guru Madrasah Diniyah Provinsi Jawa Timur tahun 2019 mengikuti kuliah umum yang digelar di Gedung Islamic Centre Surabaya, Selasa (24/09). Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa hadir dalam kegiatan tersebut dan memberikan kuliah umum (studium general) kepada mahasiswa.
Kegiatan kuliah umum tersebut dihadiri juga oleh seluruh mahasiswa penerima Beasiswa Peningkatan Kualifikasi Akademik Guru Madrasah Diniyah Provinsi Jawa Timur, mulai dari jenjang S1 PTKI, S1 Ma’had ‘Aly, dan juga S2 PTKI yang masing-masing didampingi oleh pimpinan perguruan tinggi masing-masing. Sekitar 1.580 an mahasiswa mengikuti kuliah umum yang digelar oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Lembaga Pengembangan Pendidikan Diniyah (LPPD) Provinsi Jawa Timur.
Lailatuzz Zuhriyah, Sekretaris Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam (S2 PAI) beserta Kojin selaku Ketua Program Studi Bahasa Arab yang juga menjadi dosen pada Prodi S2 PAI ikut mendampingi mahasiswa dalam kegiatan tersebut. Lailatuzz mengatakan bahwa kegiatan kuliah umum dibuka dengan orasi ilmiah oleh Abd. Halim Soebahar, Direktur Pascasarjana IAIN Jember dengan judul “Pesantren: Tantangan dan Perubahan”, kemudian dilanjutkan dengan laporan kegiatan oleh panitia Kuliah Umum, Budiono.
Dalam laporannya, Budiono memaparkan bahwa beasiswa tersebut diberikan kepada 62 perguruan tinggi, yang terdiri dari 34 PTKI pada jenjang S1 dengan total 1.020 mahasiswa untuk Prodi PAI, PBA, PGMI, dan MPI, 11 Ma’had ‘Aly dengan total 220 mahasiswa untuk Takhassus Tafsir, Hadits, Fiqih, dan Tasawuf, dan 17 PTKI pada jenjang S2 dengan total 340 mahasiswa untuk prodi PAI dan MPI. Semua pembiayaan beasiswa mahasiswa tersebut dibebankan kepada APBD Provinsi Jawa Timur Tahun 2019. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan kuliah umum oleh Gubernur Jawa Timur.
Saat memberi kuliah, Gubernur mengatakan, ketika berbicara tentang masa depan Indonesia, maka tidak lepas dari proses pengintegrasian keilmuan. Hal ini adalah menjadi sebuah hal yang niscaya untuk dilakukan. Tentu, dalam tataran praktis, ini harus dilakukan oleh siapapun dan dalam jenjang apa pun. Lebih lanjut beliau mengatakan, “sayangnya perguruan tinggi di Indonesia, belum ada yang memiliki Program Studi Keuangan Islam (Islamic Finance), kalau Program Studi Ekonomi Syariah maupun Perbankan Syariah sudah banyak di Perguruan Tinggi, namun Keuangan Islam kita belum punya”, Katanya. “Para Rektor pernah saya tanya, apakah mereka tidak ingin membuka Prodi Islamic Finance?, mereka mengatakan bahwa mereka ingin membuka prodi tersebut, tapi problemnya adalah tidak ada tenaga pengajarnya”, terangnya.
Khofifah berharap, agar dapat meningkatkan kualifikasi guru perlu membangun kesepahaman dalam menyiapkan program studi bukan sekedar kondisi pesantren Madrasah Diniyahnya. Tapi bagaimana umat Islam di dunia itu paham bahwa dari bumi Indonesia, khusunya dari bumi Jawa timur, akan terlahir para ulama-ulama yang akan membawa Islam “rahmatan lil alamin”. Lebih lanjut beliau mengatakan “harapan kita, Jawa timur akan menjadi sentra islamic finance, dan ke depan Jawa Timur akan menjadi sentra islamic scholars melalui Indonesia Islamic science Park”.
Tahun 2030, diprediksi Indonesia akan menuju The Big Seven terkait dengan kekutan perekonomiannya. Dan tahun 2050 Indonesia akan menjadi Big Four. "Jadi, Jawa Timur ini akan menjadi prioritas di Indonesia. Saya mohon seluruh mahasiswa yang ada di dalam jejaring guru-guru Madrasah Diniyah akan bersama-sama ikut menyiapkan ekosistemnya. Kalau memang secara khusus harus disiapkan, maka tim untuk memberikan pendampingan yakni Rektor, Direktur, diharapkan punya minat untuk masuk pada bisnis startup,” tambahnya.
Lebih lanjut, beliau mengatakan bahwa saat ini Jawa Timur sedang menggalakkan program OPOP (One Pesantren One Product). Tujuan utamanya adalah bagaimana agar pesantren menjadi berdaya, terutama dalam sisi ekonomi. Beliau terinspirasi dari jargon Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari “Pesantren Berdaya, Masyarakat Sejahtera”. Tentu ke depan tahapan yang akan kita lalui dimulai dari santripreneur, menuju pesantrenpreneur, dan pada akhirnya akan membentuk sociopreneur.
Khofifah melihat bahwa dari 1.581 pesantren di Jawa Timur, ada yang terlihat sangat maju, namun banyak juga yang kurang maju. Terkait dengan ini, beliau berharap agar seluruh pesantren perlu dilakukan validasi agar ketika ada program dari pemerintah yang turun ke daerah nantinya bisa untuk menguatkan pesantren karena daerah punya data yang terverifikasi.
Terkait dengan upaya peningkatan perekonomian negara dimulai dari pesantren ini, Khofifah berharap agar Guru Diniyah dan para santri melek teknologi. Bagi Khofifah, kekuatan Jawa Timur adalah dalam sentra mamin (makanan dan minuman). Oleh karena itu, kekuatan holtikultur harus ditingkatkan. Selain program OPOP, Jawa Timur juga memiliki Program penggunaan android bagi nelayan untuk mendeteksi keberadaan ikan, serta untuk mendeteksi lokasi ikan yang sedang bertelur agar tidak ikut terjaring. Hal ini bertujuan agar penggunaan solar menjadi lebih efisien.
Tidak hanya berbicara tentang ekonomi, Gubernur perempuan pertama di Jawa Timur ini juga berbicara terkait dengan radikalisme. Dalam hal ini, beliau menghimbau agar melakukan Dakwah bil-IT dengan mengajak orang untuk bersikap toleran, bekerja keras, dan sikap-sikap positif lainnya. Saat ini banyak sekali media sosial milik kaum jihadis dan ekstrimis yang menyeru kepada cara berislam yang intoleran. Oleh karena itu, sebagai upaya mencegah intoleransi berbasis media sosial tersebut, Gubernur mengajak kepada para Rektor dan Masyayikh sebagai orang yang menjadi panutan untuk memanfaatkan media sosial sebagai media dakwah bil-IT yang menyeru kepada Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Beliau mengatakan, dengan adanya sosial media, akan lebih mudah membentuk pemikiran keislaman milenia baik secara sistemik dan konsisten para pengasuh pesantren maupun para rektor untuk serius memberikan materi-materi tentang Islam.
“Kita lihat bagaimana sesungguhnya medsos dan internet mempengaruhi mereka, hampir 50 persen intoleransi karena sosial media. Apalagi kalau ada sosmed yang dimiliki oleh pengasuh pondok pesantren atau oleh perguruan tinggi, akan mempermudah para generasi milenia mendapatkan segala informasi yang diinginkan”, tambahnya.
Khofifah mengatakan “PR kita hari ini bagaimana mendorong Islam Wasathiyah berkembang di Jawa Timur sebelum radikalisme merambah ke Jawa Timur, karena literatur yang banyak berkembang hari ini adalah literatur islamisme populer, salafi, dan jihadis”. Lebih lanjut beliau mengatakan, “ini juga harus diimbangi dengan semangat untuk menuju writing society, butuh konsisten untuk menulis, terutama terkait dengan Islam Wasathiyah”. Masyarakat kita cenderung lebih suka mendengar, ini karena tingkat pendidikan masih rendah, terangnya. Oleh karena itu, upaya peningkatan kualifikasi akademik masyarakat perlu dilakukan, dimulai dari tahapan listening society menuju schooling society dan pada akhirnya akan menjadi writing society.
Kegiatan kuliah umum dilanjutkan dengan penyampaian sosialiasi program beasiswa S1 ke Al-Azhar Mesir yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur bagi lima puluh Santri Pondok Peantren di Jawa Timur mulai tahun 2020. Beliau menghimbau kepada seluruh mahasiswa program beasiswa Madin agar bersyukur atas beasiswa yang telah diterima. Bentuk syukur yang terpenting adalah dengan menyelesaikan studi secara tepat waktu. Kegiatan kuliah umum kemudian ditutup dengan pembacaan doa oleh K.H. Kholid Syafa’at. (El-Zet).
Tulungagung, 10 September 2019 sejumlah mahasiswa Manajemen Pendidikan Islam Program Beasiswa 5000 Doktor Angkatan 2019 hadir da lam Orientasi dan Pembinaan Perkuliahan Program Doktor Manajemen Pendidikan Islam. Kegiatan ini dibuka oleh Akhyak selaku Direktur Pascasarjana IAIN Tulungagung. Direktur Pascasarjana IAIN Tulungagung sangat berterimakasih kepada kementerian agama yang masih memberikan Pascasarjana IAIN Tulungagung kesempatan untuk mendapat beasiswa 5000 Doktor.
Dalam acara pembinaan mahasiswa 5000 Doktor Angkatan 2019 ini, Rektor IAIN Tulungagung Maftukhin menyampaikan bahwa mahasiswa 5000 Doktor harus menjadi produsen bukan menjadi konsumen ilmu saja. Semua mahasiswa yang hadir dalam pembinaan ini berasal dari luar Tulungagung, yaitu dari Kediri, Ponorogo, Madura, dan Malang.
Tulungagung – Pascasarjana IAIN Tulungagung menyelenggarakan studium general pada Selasa pagi (03/09/2019). Kegiatan tersebut diselenggarakan di Aula Lantai 5 Gedung Pascasarjana dan diikuti oleh mahasiswa baru baik itu Program Magister (S-2) maupun Program Doktor (S-3).
Yogyakarta-Senin siang (29/7) Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam (S2 PAI) Pascasarjana IAIN Tulungagung berkunjung ke Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Maksud kunjungan tersebut adalah untuk melaksanakan kegiatan studi banding sekaligus penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara S2 PAI Pascasarjana IAIN Tulungagung dengan S2 Interdiciplinary Islamic Studies (IIS) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kunjungan studi banding tersebut diikuti oleh Kaprodi PAI (Agus Zaenul Fitri), empat puluh tujuh mahasiswa S2 PAI angkatan tahun 2018, dan Ketua Alumni S2 PAI (Liatul Rohmah).
Tulungagung - Hari Sabtu (27/7) ada suasana yang berbeda di Kampus Pascasarjana IAIN Tulungagung. Di tengah-tengah suasana yang biasanya nampak tenang karena sedang masa liburan mahasiswa Pascasarjana setelah melaksanakan Ujian Akhir Semester (UAS), namun kali ini tiba-tiba cukup ramai dengan beberapa orang yang sedang menyibukkan diri di sudut-sudut lorong dan ruangan di gedung Pascasarjana untuk melalar Kitab Fathul Mu’in. Rupanya hari ini sedang digelar seleksi tahap tiga Program Beasiswa Peningkatan Kualifikasi Akademik bagi Guru Madrasah Diniyah Provinsi Jawa Timur. Sembari menanti jam ujian tiba, sejumlah mahasiswa nampak serius mengkaji kitab Fathul Mu’in, salah satu kitab kuning karya Syaikh Zainuddin al-Malibari al-Fananiyang dijadikan sebagai mata ujian kali ini.
Ujian digelar pukul 09.00 WIB dengan K.H. Reza Ahmad Zahid (Gus Reza) pengasuh Pondok Pesantren Al-Mahrusiyah Lirboyo-Kediri sebagai penguji. Hadir pula dalam ujian tersebut tim dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, yang terdiri dari Sunaryo sebagai pemantau, serta Rita Rossanti dan Habib Tri Wahyudi sebagai pendamping. Jajaran pimpinan IAIN Tulungagung juga hadir untuk memantau pelaksanaan kegiatan, di antaranya Maftukhin selaku Rektor IAIN Tulungagung, Abad Badruzaman selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, dan Nur Efendi selaku Wakil Direktur sekaligus sebagai Pelaksana Harian Direktur Pascasarjana karena Akhyak selaku Direktur Pascasarjana saat ini sedang cuti untuk melaksanakan ibadah haji ke Baitullah. Hadir pula dalam kegiatan tersebut Tajudin selaku Kasubag Humas IAIN Tulungagung, Lailatuzz Zuhriyah selaku Sekretaris Prodi S2 PAI Pascasarjana yang sekaligus Sekretaris Program Beasiswa Guru Madin ini, Sugiarti selaku Kasubag TU Pascasarjana, Syamsul Umam selaku Sekrpodi S2 HKI yang ikut mendampingi Gus Reza, dan Siti Khoirun Nisak selaku Staf Administrasi Pascasarjana.
Dalam sambutan pembukaan dan penyampaian teknis pelaksanaan ujian, Gus Reza menyampaikan kepada segenap peserta ujian bahwa pada dasarnya Program Beasiswa ini merupakan bagian dari bentuk perhatian dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk meningkatkan kualitas pondok pesantren. Jika sebelumnya beasiswa ini hanya diberikan pada calon mahasiswa baru Program Strata-1 PTKI dan Ma’had ‘Aly yang berasal dari Guru Pondok Pesantren, maka mulai tahun ini saatnya untuk lebih meningkatkan kualifikasi akademik bagi para Guru Pondok Pesantren yang telah berijazah S-1 untuk melanjutkan studinya ke jenjang magister (S2). Pertimbangan utamanya tentu karena pada saat ini di dalam Pondok Pesantren juga terdapat sekolah, mulai dari jenjang madrasah ibtida’iyah hingga Ma’had ‘Aly. Oleh karena itu, beasiswa ini menjadi begitu penting tuturnya. Lebih lanjut, Gus Reza menuturkan bahwa ia berharap agar ustadz/ustadzah yang mengikuti program ini adalah benar-benar ustadz-ustadzah yang mengajar di Pondok Pesantren yang dibuktikan dengan SK yang dapat dipertanggungjawabkan, bukan abal-abal. Adapun teknis ujian hari ini adalah masing-masing peserta menghadap penguji untuk ujian lisan secara face to face mengaji Kitab Fathul Mu’in. Poin-poin yang diuji meliputi Qira’at (bacaan) dengan bobot 40%, Murad (terjemah) dengan bobot 40%, dan Syarah (wawasan) dengan bobot 20%. Di akhir sambutannya, Gus Reza berharap agar seluruh peserta benar-benar mengikuti ujian ini dengan baik dan berharap ke depan IAIN Tulungagung tidak hanya bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menyelenggarakan Program Beasiswa S2 saja, tetapi juga program beassiswa S-1, tutup Wakil Ketua Lembaga Pengembangan Pendidikan Diniyah (LPPD) Jawa Timur ini.
Sunaryo menyampaikan bahwa jika penguji kitab Fathul Mu’in adalah lebih fokus pada menguji kompetensi Guru Madin dalam hal membaca, menerjemahkan dan menjelaskan isi kandungan kitab tersebut, maka ia selaku Pemantau dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur lebih fokus pada pengecekan kelengkapan berkas administrasi pendaftar, yang meliputi Foto kopi KTP domisili Jawa Timur, Ijazah dan transkrip nilai S-1, dan Fotokopi SK sebagai Guru Madin Pondok Pesantren. Pria yang sehari-hari bekerja di Biro Administrasi Kesejahteraan Sosial Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang dalam waktu dekat ini akan purna tugas tersebut menyampaikan ucapan terima kasih kepada IAIN Tulungagung yang telah bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur menyelenggarakan kegiatan Program Beassiswa S2 bagi Guru Madin ini. Ia berharap agar program ini dapat berjalan dengan baik dan lancar, serta memberikan manfaat yang besar, terutama bagi peningkatan kualitas pondok pesantren.
Sambutan terakhir disampaikan oleh Lailatuzz Zuhriyah. Perempuan asli Sidoarjo ini menyampaikan ucapan terima kasih setinggi-tingginya kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang telah memberikan amanah kepada IAIN Tulungagung, khususnya Prodi S2 Pendidikan Agama Islam Pascasarjana IAIN Tulungagung sebagai prodi pengelola program beasiswa tersebut. lebih jauh, ia menuturkan bahwa merupakan sebuah kehormatan bagi Pascasarjana IAIN Tulungagung hari ini dapat menyelenggarakan kegiatan tersebut, apalagi penguji yang dihadirkan tidak tanggung-tanggung, yakni Gus Reza dari Ponpes Al-Mahrusiyah Lirboyo-Kediri yang namanya cukup populer di belantika Pondok Pesantren Jawa Timur. Sebagai bentuk apresiasi dari adanya program beasiswa ini, Rektor IAIN Tulungagung, Maftukhin, secara langsung mengisntruksikan kepada Prodi S2 PAI untuk menjadikan Gus Reza sebagai salah satu Dosen pada prodi ini. Ini merupakan sebuah kehormatan bagi kami karena prodi S2 PAI diampu oleh dosen-dosen yang berkualitas, tambahnya. Di akhir sambutannya, ia berharap bahwa agar 25 (dua puluh lima) peserta ujian lulus semua, meski pada akhirnya hanya 20 (dua puluh) orang saja yang nantinya akan diambil sebagai peserta yang lulus seleksi tahap 3 (tiga).
Nur Efendi selaku Pelaksana Harian (Plh) Direktur Pascasarjana IAIN Tulungagung ditemui di sela-sela kegiatan menuturkan bahwa beliau berharap agar pada ujian kali ini akan terseleksi dua puluh orang peserta yang benar-benar berkualitas. Nampak dengan sabar ia mengawal dan mendampingi proses pelaksanaan ujian mulai dari awal hingga akhir. Ujian dimulai dari pukul 09.00 WIB dan berakhir pukul 16.00 WIB
Pelaksanaan ujian ditutup dengan penandatanganan bersama Berita Acara Keputusan Tim Penguji Calon Mahasiswa Prodi S2 PAI Program Beasiswa Peningkatan Kualifikasi S2 bagi Guru Madin Provinsi Jawa Timur Tahun 2019 oleh Penguji, Pemantau dan dua orang Pendamping ujian dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, serta Plh. Direktur Pascasarjana IAIN Tulungagung. (El-Zet)